Oleh: Abu Nizar
Mengutamakan tauhid adalah perkara utama, namun jika kurang
memperhatikan akhlak, akan muncul dampak yang kurang mengenakkan. Terkadang
juga akan muncul selentingan orang awam bagi pelakunya seperti ini: “Agamanya
bagus tapi kurang ajar ama orang tua,” atau “Ngerti agama tapi ama
tetangga nggak peduli,” atau yang lainnya.
Di sisi lain ada sebagian orang yang mengutamakan akhlak tetapi kurang memahami
makna tauhid, sehingga terjadi salah paham terhadap syariat agama. Dua fenomena
yang saling bertentangan ini, hendaknya menuntut kita untuk mempelajari makna
tauhid lebih luas serta membenahi akhlak semaksimal mungkin.
Akhlak bagaikan mahkota yang tidak terlihat secara kasat mata tetapi terlihat
oleh mata hati. Seburuk apapun wajah dan tubuh seseorang, jika diiringi dengan
akhlak mulia, kekurangannya itu akan redup. Sebaliknya, setampan apapun wajah
atau sebagus apapun penampilannya, jika akhlaknya buruk, orang sinis
melihatnya.
Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam telah berungkali
menggambarkan keutamaan akhlak mulia seperti dalam hadis berikut:
عن أبي هريرة قال: سُئِلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ
الجَنَّةَ، فَقَالَ: «تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ»
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata bahwa suatu ketika Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang sifat yang paling dominan
memasukkan manusia ke syurga. Beliau menjawab : “Taqwa
kepada Allah dan akhlak yang baik.” (H.R. Tirmidzi).
Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam yang
diriwayatkan dari Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu ini juga bernada sama:
أَثْقَلُ شَيْءٍ فِي الْمِيزَانِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُلُقٌ حَسَنٌ
“Sesuatu yang paling
berat timbangannya pada hari kiamat nanti ialah akhlak yang baik.”
(H.R. Ahmad).
عن
جابر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ
وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
Jabir radhiallahu ‘anhu pernah menyampaikan bahwa Rashulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai
dan yang paling dekat majelisnya denganku di antaramu pada hari kiamat ialah
yang terbaik budi pekertinya.” (H.R. Ahmad).
Inti hadis – hadis tersebut adalah akhlak baik mempunyai kedudukan
tinggi. Ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan dengan selera individu atau
adat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek
menurut timbangan syari’at atau sebaliknya. Sebagai umat muslim, panutan yang
wajib diikuti adalah Rasulullah karena
beliau mempunyai akhlak yang agung.
وَإِنَّكَ
لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar – benar berbudi
pekerti yang agung.” (Al Qalam: 4)
Maka pantas
jika Allah menjadikan beliau sebagai contoh teladan bagi umatnya:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu.” (Al
Ahzab: 21).
Inilah salah satu konsekuensi
dari dua syahadat dan rukun iman yaitu mengikuti apa yang diperintah Rasul dan
menjauhi apa yang dilarang beliau. Termasuk perintah beliau adalah membiasakan
diri dengan akhlak terpuji dan larangan bermuamalah dengan akhlak tercela.
Memang benar tauhid adalah inti ajaran Islam,
tapi meski demikian kita tidak boleh mengabaikan akhlak, karena Islam
sangat memperhatikan akhlak dan ia telah menjadi tolak ukur aqidah atau
keimanan seseorang. Semakin baik akhlaknya semakin bertambah pula
keimanannya, dan juga sebaliknya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إِنَّ
مِنْ أَكْمَلِ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang
paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya”. (H.R. Tirmidzi)
Selain
itu, berakhlak mulia termasuk cara jitu dalam berdakwah, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Dan sesungguhnya
aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad)
Rasulullah diutus untuk membawa risalah tauhid
dan dengan akhlak beliau Islam berjaya. Tauhid mengajarkan arti iman kepada
Allah dan akhlak adalah cara mengungkapkan kalimat tauhid. Bukankah ketika
ditanya mengenai akhlak Rasulullah Aisyah radhiyallu ‘anha menjawab:
كَانَ خُلُقُهٌ القُرآنَ
“Akhlak beliau adalah Al
Quran”
Beliau berakhlak mulia dengan Al Quran, dengannya
beliau mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Terlebih lagi semua
ayat Al-Quran mengandung unsur tauhid sebagaimana pernyataan ulama Ibnul Qoyim
di dalam kitabnya Madaarijus saalikiin.
Maka sepantasnya seorang muslim tidak memilah antara tauhid dan akhlak,
keduanya merupakan satu kesatuan yang harus dijalani bersama dalam diri seorang
hamba Allah. Berapa banyak orang yang kagum lalu dengan senang hati ikut
bersama Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam karena keindahan akhlaknya. Sungguh
alangkah indahnya bertauhid benar disertai akhlak yang mulia.
SubhanaLlah... mohon izin copas ya Ustadz. JazakumuLlah
BalasHapus