Segala macam info dan berita tentang studi di kota Madinah dan Ikatan Keluaga Pondok Modern Gontor Cab. Madinah

Selasa, 07 Februari 2012

Tiga Asas Umum Dalam Penerapan Syariat Islam

-->Oleh: M.Harsya Bachtiar
-->

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi selama 6 hari dan menciptakan manusia dari setetes air mani yang terpancarkan. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad -shallallahu  'alaihi wasallam-, sang pembawa syariat Islam yang patut kita jadikan uswatun hasanah.
Dalam rangka penerapan syariat Islam, ada tiga asas umum yang patut kita ketahui. Ketiganya merupakan hasil dari proses tafakur dan tadabbur para ulama terhadap Al-Quran dan Hadis. Hal ini sangat penting untuk diketahui bagi setiap muslim agar syariat Islam dapat diterapkan dengan baik dan sesuai dengan petunjuk Allah Subhanahu wa ta'ala. 
Asas pertama: At-taysir wa raf'ul haraj (memberikan kemudahan dan menghilangkan kesulitan)
Sebenarnya, tidak ada kewajiban manusia di muka bumi ini yang berada di luar batas kemampuannya. Allah Subhanahu wa ta'ala menegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 286: "Allah tidak membebankan hamba-Nya kecuali sesuai dengan kemampuannya." Dalam ayat lain disebutkan, "Allah menginginkan bagi kamu kemudahan dan tidak menginginkan bagi kamu kesusahan," (QS. Al-Baqarah: 185). "Bertaqwalah kamu sesuai dengan kemampuanmu!" (QS. At-Thagabun: 16).
Selain itu, banyak sekali hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menginginkan kemudahan bagi umatnya. Misalnya dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini,   "Tinggalkanlah segala sesuatu yang aku larang kepadamu dan kerjakanlah segala sesuatu yang aku perintahkan kepadamu sesuai dengan kemampuanmu.
Ummul Mukminin, Aisyah -radhiyallahu anha- pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu mengambil yang paling mudah di antara dua pilihan yang dihadapkan kepadanya selama itu bukan dosa. Namun, jika berupa dosa, beliau adalah orang yang paling jauh darinya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalil – dalil tersebut menggambarkan betapa syariat Islam dipenuhi dengan kemudahan dalam menjalankannya. Sebagai contoh orang yang tidak mampu shalat dengan berdiri, ia dibolehkan shalat dengan duduk. Apabila ia juga tidak mampu dengan duduk, tidak ada larangan baginya untuk shalat dengan cara berbaring.
Begitu pula orang yang tidak mendapatkan air ketika ingin berwudlu sebelum shalat, maka tidak ada dosa baginya menggunakan debu untuk mengganti air. Demikian pula orang yang sedang dalam perjalanan jauh, tidak mengapa baginya untuk meninggalkan kewajiban puasa dalam bulan ramadhan. Dan masih banyak contoh – contoh lainnya yang menunjukkan kemudahan dalam syariat Islam.

Asas kedua: taqlilu at-takalif (sedikit pembebanan).
Pada hakikatnya, syariat Islam sendiri cenderung tidak membebankan umat dengan perintah – perintah maupun larangan – larangan yang banyak. Banyaknya perintah dan larangan dalam syariat bergantung dengan banyaknya pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh sahabat kepada Nabi Shallallahu  'alaihi wasallam mengenai suatu hal. Inilah yang dimaksud dengan taqlilu at-takalif.
Setiap jawaban Rasulullah atas pertanyaan sahabat mengenai suatu permasalahan akan menjadi syariat agama bagi seluruh umat Islam, baik itu berupa perintah, larangan, atau pembolehan terhadap sesuatu. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu  'alaihi wasallam melarang sahabatnya memperbanyak pertanyaan dengan bersabda, "sesungguhnya kesalahan terbesar bagi seorang muslim adalah menanyakan tentang sesuatu yang belum diharamkan, kemudian hal tersebut menjadi diharamkan karena pertanyaannya tersebut. (HR.Bukhari dan Muslim).  
Tentu saja khitab ini bukan ditujukan kepada seluruh kaum muslimin di zaman kita ataupun sebelum kita, tetapi khitab ini dikhususkan kepada para sahabat dan orang orang yang hidup di zaman Rasulullah  shallallahu 'alaihi wasallam. Rasulullah melarang kepada para sahabatnya menanyakan hal-hal yang tidak perlu karena dapat mengakibatkan penambahan beban bagi umat Islam secara umum.
Sebagai contoh hadis yang disebutkan Imam Muslim dalam kitab shahihnya dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu  bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan kepada kalian untuk berhaji maka berhajilah kalian! Kemudian seseorang berkata, "Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?" Kemudian Rasulullah diam sampai pertanyaan tersebut diajukan padanya sebanyak tiga kali kemudian beliau mengatakan, "kalau seandainya aku mengatakan "ia" maka haji akan diwajibkan tiap tahun dan kalian tidak menyanggupinya." (HR.Muslim).
Begitupula kisah seorang Arab Badui yang menanyakan hukum memakan daging biawak kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dalam kitab musnad Atthayalisi dari Abi Said. Pada hadis tersebut seorang badui bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya tinggal di tempat yang banyak biawak dan itu merupakan makanan penduduk kami."
Kemudian Rasulullah diam dan kami (sahabat) mengatakan kepadanya, "Tinggalkanlah ia (makan biawak)!"
Kemudian beliau (Rasulullah) masih tetap diam kemudian kami mengatakan lagi, "Tinggalkanlah ia (makan biawak)!
Kemudian Rasulullah bersabda, "Wahai seorang Arab Badui! Sesungguhnya Allah murka kepada sebagian kelompok dari bani Israil sehingga hewan melata di muka bumi haram bagi mereka. Aku tidak melarangnya (biawak) dan tidak pula membolehkan (memakan)nya."
Allah subhanahu wa ta'ala juga telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 101, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada nabimu) hal - hal yang apabila diterangkan kepadamu justru menyusahkanmu. Jika kamu menanyakannya ketika Al-Qur'an sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu.
Asas ketiga: At-tadarruj fi At-tasyri' (bertahap dalam menetapkan syariat)
Dalam penciptaan manusia kita mengetahui ada beberapa tahap penciptaan yang dialami seorang bayi sebelum ia lahir ke muka bumi. Di dalam Al-Qur'an, Allah Subhanahu wa ta'ala telah menjelaskan tahapan – tahapan penciptaan manusia dalam surat Al-Mu'minun ayat 12 sampai 14, "Kami ciptakan manusia dari saripati yang berasal dari tanah, kemudian kami menjadikannya air mani yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami ciptakannya makhluq yang berbentuk lain."
Ketika menyantap sebuah roti coklat, kita hendaknya menyadari bahwa kelezatannya adalah hasil sebuah "proses" dan "tahapan – tahapan". Dari sekedar bahan – bahan mentah seperti terigu, telur, gula, coklat dan lain sebagainya, kemudian diolah atau diproses sehingga menjadi sebuah roti yang sangat lezat. Begitu juga dengan penerapan syariat Islam. Ia membutuhkan "proses" dan "tahapan-tahapan" sehingga dapat menjadi sebuah syariat yang sempurna bagaikan proses penciptaan manusia dan proses pembuatan sebuah roti coklat tersebut.
Ketika pertama kali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diutus membawa risalah dan syariat Islam, keadaan bangsa Arab jahiliyyah diliputi dengan adat – adat kejahiliyahan, seperti minum khamar, berzina, menguburkan anak perempuan mereka hidup-hidup, dan lainnya. Walaupun begitu, bukan kalimat "dirikanlah shalat!", "tinggalkanlah khamar!" atau "janganlah kalian berbuat zina!" yang didakwahkan, melainkan seruan untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, disertai dengan ajaran pokok – pokok keimanan, seperti iman kepada malaikat, surga, dan neraka.
Sejarah telah mencatat bahwa kurang lebih sepuluh tahun beliau hanya mengajak manusia untuk bertauhid. Setelah itu, barulah ketika "isra' mi'raj" muncul kewajiban shalat lima waktu bagi kaum muslimin, ketika itu iman telah tertancap kuat dalam hati kaum muslimin. Setelahnya, muncullah kewajiban – kewajiban ibadah lainnya secara bertahap, seperti jihad fi sabilillah dalam hijrah Nabi dan para sahabat dari Mekkah menuju Madinah.
Lalu kewajiban jihad lainnya dalam perang Badar, perang Uhud, perang Khondaq sampai Fathu Mekkah. Kemudian muncul juga kewajiban membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan, maupun larangan agama, seperti minum khamar, berzina, ghibah, memakan harta anak-anak yatim dan lain sebagainya.
Proses atau tahapan ini bertujuan agar syariat Islam ini dapat diterima oleh khalayak ramai. Hal ini serupa dengan penuturan Aisyah radhiyallahu 'anha  dalam kitab Shahih Bukhari, "Sesungguhnya surat yang pertama kali turun adalah surat yang menjelaskan tentang surga dan neraka. Kemudian setelah manusia kuat keyakinannya terhadap Islam barulah turun surat – surat mengenai halal dan haram. Kalau seandainya yang pertama kali diturunkan "janganlah kalian minum khamar!" maka mereka akan berkata, "kami tidak akan meninggalkan khamar selamanya", dan apabila yang turun "janganlah kalian berzina" maka mereka akan berkata "kami tidak akan meninggalkan zina".
Demikianlah proses atau tahapan – tahapan penerapan syariat Islam berlangsung selama kurang lebih dua puluh tiga tahun yang ditutup dengan firman Allah, "Hari ini kusempurnakan bagimu agamamu, kucukupkan padamu nikmat-Ku dan kuridhai Islam sebagai agamamu. (QS.Al-Maaidah: 3). Demikianlah asas – asas dalam penerapan syariat Islam. Wallahua'lam.
 
Share:

1 komentar:

Silahkan berikan komentar anda!


Official Website Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Madinah, Saudi Arabia. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Semangat baru IKPM Madinah di Awal Semester 1446 H

Madinah – Alhamdulilllah pada hari Ahad malam, 3 Rabiul Tsani 1446 / 6 Oktober 2024, keluarga besar IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern) Gon...