Oleh: Admin
Mengumandangkan
adzan di kampung sendiri mungkin merupakan suatu hal yang biasa, namun bila
mengumandangkannya di negeri orang, apalagi di kota nabi, tentu merupakan hal
yang ‘luar biasa’. Hal inilah yang
sehari – hari dilakukan oleh Muhammad Idris, alumni Gontor tahun 2009 asal
Kalimantan. Semenjak tiba di tanah suci, ia ditugaskan untuk menjadi muadzin
di Masjid Ummul Mu’minin, salah satu masjid mewah di hayy (distrik)
al-Hada, Madinah, Arab Saudi.
Suasana Masjid Ummul Mukminin
Kesempatan emas ini berawal saat kegiatan Daurah dan Muqabbalah
yang diadakan oleh Universitas Islam Madinah (UIM) di Gontor 2, Ponorogo, tahun
1431 lalu. Pada kegiatan tersebut ia ditugaskan untuk menjadi qori’ dalam
acara pembukaan dan penutupannya. Terpukau dengan lantunan ayat yang ia baca,
Syeikh Sulthan bin Umar al-Husein, salah satu dosen UIM yang mengikuti kegiatan
tersebut menemuinya untuk sekedar berbincang – bincang seraya meminta nomor
telepon yang bisa dihubungi.
Gayung bersambut. Tak lama kemudian, datanglah panggilan resmi dari Arab
Saudi untuknya agar segara berangkat dengan visa dan tiket pesawat gratis.
Karena masih dalam masa pengabdian, ia meminta izin kepada pimpinan pondok
untuk segera mengurus administrasi keberangkatan. Alhamdulillah,
pimpinan pondok merespon positif dan mengizinkannya mengambil ijazah walau masa
pengabdiannya belum genap setahun.
Pengalamannya di Jam’iyyatul Qurro’ (JMQ) ketika masih mondok
di Gontor dulu sangat membantu tugas yang ia emban sekarang. Mengumandangkan
adzan, membaca Al-Quran dengan tartil, menjadi imam shalat, tentu bukan sesuatu
yang asing lagi baginya. Bahkan, di masjid tempatnya mengumandangkan adzan
tersebut, ia sering memimpin shalat jamaah apabila sang imam berhalangan hadir.
Walau sudah berkecukupan secara materi, ia tidak melupakan harta manusia
yang paling berharga, yaitu ilmu. Setiap hari Sabtu sampai Rabu, ia bersama
kawannya, Hasan, berangkat menuntut ilmu di sekolah formal yang bertempat di
Masjid Nabawi. Sekolah formal yang bernama Ma’had Haram Nabawi ini menerima
siswa dari berbagai tingkatan akademik, Ibtidaiyyah (SD), Mutawashitah
(SMP), maupun Tsanawiyyah (SMA). Materi yang diajarkan juga beraneka
ragam sesuai dengan kelas dan tingkatannya.
Walhasil, berbagai kenikmatan bisa ia dapatkan di kota Rasul ini. Pahala
yang berlipat, ilmu dari para ulama Madinah, rizki harta benda adalah bentuk
nyata nikmat yang Allah telah berikan kepadanya. Hal tersebut patut ia syukuri
disamping layak kita jadikan pelajaran untuk selalu menyadari betapa Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memberikan berbagai macam nikmat serupa bahkan lebih
darinya.
Semoga tulisan ini
tidak termasuk perbuatan riya’, ingin dipuji, atau pamer kelebihan,
tapi karena mengamalkan firman Allah di penghujung surat Adh-Dhuha: wa amma
bi ni’mati rabbika fahaddits!