Oleh:
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
Penerjemah:
Rizqo Kamil Ibrahim
Curahkanlah
pikiran anda untuk hal-hal yang Allah perintahkan, dan janganlah berlarut –
larut dalam hal yang sebenarnya telah dijamin untuk anda. Sesungguhnya rezeki dan
ajal merupakan dua hal yang telah dijamin untuk anda rasakan. Selama ajal belum
menjemput maka rezeki akan selalu menghampiri. Jika dengan hikmah Allah
tertutup satu jalan dari banyak jalan untuk mendapatkan rezeki, maka dengan rahmat-Nya
akan terbuka jalan yang lain yang sejatinya lebih bermanfaat untuk anda daripada
jalan yang telah tertutup tadi.
Cobalah
perhatikan bagaimana keadaan janin yang mendapatkan makanan dalam wujud darah dari
satu jalan saja, yaitu melalui plasenta sang ibunda! Ketika sang janin keluar dari
perut ibunya maka jalan tersebut putus. Kemudian terbukalah untuknya dua jalan
lain yang lebih baik dan lezat dari yang pertama, yaitu air susu ibu yang murni
dan lezat. Setelah masa menyusui berakhir maka dua jalan tersebut (payudara
sang ibu) terputus karena penyapihan. Selanjutnya, dibukakanlah empat jalan
yang lebih sempurna dari sebelumnya, yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan
yang dimaksud berasal dari hewan dan tumbuhan. Sedangkan dua minuman adalah dari
air dan susu serta yang bisa diserupakan dengan keduanya dalam hal manfaat dan kelezatan.
Jika
ajal menjemput maka jalan-jalan tersebut pun terputus. Tetapi Allah membuka baginya
delapan jalan –jika manusia tersebut merupakan orang yang "sa'id"
(yang selamat di akhirat)- yaitu pintu-pintu surga yang jumlahnya ada delapan, dan
dia dapat masuk dari pintu mana pun yang ia kehendaki.
Demikianlah,
Allah tidak menghalangi hamba-Nya untuk mencicipi sesuatu di dunia ini kecuali menggantinya
dengan yang lebih baik darinya dan lebih bermanfaat. Istimewanya, hal ini khusus
bagi orang yang beriman saja. Allah melarang orang mukmin mengambil bagian yang
paling hina dan paling sedikit serta tidak diridhai-Nya, agar ia mendapatkan bagian
yang lebih baik dan lebih berharga.
Karena
ketidaktahuan terhadap kemaslahatan dirinya sendiri, kemuliaan, hikmah, dan kelembutan
Rabb-nya, seorang hamba tidak bisa mengetahui perbedaan antara apa yang dicegah
darinya dan apa yang disimpan untuknya. Perhatiannya hanya tertuju kepada kesenangan
yang ada di dunia, sekalipun sebenarnya itu sangat hina. Tidak memperhatikan kesenangan
akhirat, sekalipun itu sangat berharga.
Andai
seorang hamba bersikap adil kepada Rabb-nya –namun sanggupkah seorang hamba bersikap
adil?- Tentu ia akan tahu bahwa karunia-Nya atas dirinya berkenaan dengan larangan-Nya
mencari dunia, kesenangan, dan kenikmatannya ialah lebih besar daripada karunia-Nya
berkenaan dengan apa yang Dia berikan kepadanya. Sejatinya Allah tidak memberikan
sesuatu kecuali menggantinya dengan sesuatu yang lain. Dia tidak memberikan seseorang musibah kecuali
untuk memaafkannya; tidak mengujinya kecuali untuk menyucikannya; tidak mematikannya
kecuali untuk mengidupkannya; serta tidak mengeluarkan ke dunia ini kecuali untuk
bersiap-siap untuk bertemu dengan-Nya dan menempuh jalan menuju kepada-Nya.
"Dan
dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur" (QS. Al- Furqan:
62)
"Maka
orang-orang zalim itu tidak menghendaki kecuali kekafiran.” (QS. Al-Isra’:99)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda!