Oleh: Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani
Penerjemah: Haikal Alghomam bin
Suhardi
Kebanyakan
orang ketika berada di luar rumah akan bersopan santun dengan orang lain,
karena sedikitnya pergaulan akan menciptakan pembatas kehormatan dan wibawa.
Tetapi lamanya bergaul akan memecah pembatas ini, maka seseorang akan lebih
berterus terang kepada temannya daripada sebelumnya, dan ketika semakin
berterus terang akan semakin tampak kenyataan dan hakikatnya.
Pembahasan
ini sesuai dengan hadits riwayat Abdullah bin Amru radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik teman disisi
Allah adalah yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik tetangga di
sisi Allah adalah yang paling baik terhadap tetangganya” (HR Tirmidzi [no.
1944] dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Karena
teman dan tetangga serupa dengan keluarga dalam hal pergaulan, kebersamaan, dan
pengetahuan akan hal-hal yang tersembunyi darinya, maka kebaikan dirinya adalah
hasil dari kesabaran hubungannya dengan mereka. Mereka tidak akan memujinya
kecuali mereka telah melihat kemuliaan akhlaknya serta baiknya perlakuan
dirinya. Maka hal ini kembali pada bahwa seseorang tidak akan dapat dikenal
hakikatnya kecuali setelah berinteraksi dengannya. Hal ini tidak mudah terjadi
pada orang lain sebagaimana hal tersebut mudah terjadi pada keluarganya
sendiri, tetangganya, dan teman dekatnya.
Ada
orang yang pemalu dan bersifat lemah, serta tidak dapat bersabar terhadap
penderitaan, maka ia hidup menyendiri dari lingkungannya. Orang-orang mengira
dirinya adalah seorang yang pemalu, tidak berpengalaman, murah hati dan pendiam
yang tidak pernah berghibah dan
menzalimi orang lain. Hanya saja, bersama keluarga dan orang yang mengenal
dirinya di rumah, ia amat kejam. Apa yang membuatnya tidak menampakkan sifat
aslinya adalah lemahnya ia dalam menghadapi orang asing. Dan yang membuatnya
lebih kejam dan lebih memelihara kekerasan dan kekasarannya ialah jauhnya ia
dari orang lain. Orang jenis ini hampir tidak dapat dikenali kecuali di
rumahnya dan pada saat ia diuji. Seperti saat perjalanan yang biasanya
meluruhkan akhlak seseorang ataupun saat berhadapan dengan harta yang
diinginkan oleh banyak orang, ataupun dalam bertetangga.
Pembahasan
ini sangatlah urgen. Kejiwaan manusia yang dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu
'alaihi wa sallam tersebut tidak dapat ditemukan definisinya oleh para
peneliti karakter dari kalangan spesialis pendidikan dan kebudayaan tinggi
setinggi apapun ijazah mereka. Umat manusia harus menempuh waktu yang lama dan
berbagai macam percobaan untuk mencapai kaedah-kaedah kepribadian, yang
kadang-kadang menghasilkan kaedah yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.
Akan tetapi jika engkau mengerti, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
yang ummiy dapat menyimpulkan hakikat
tentang hal ini dalam sebuah kalimat, contohnya hadits ini. Hal ini tidak
disadari oleh seorang pun kecuali Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Karena perkataan beliau adalah wahyu dari Allah subhanahu wa ta'ala. Dan
ini merupakan salah satu bukti kebenaran akan kenabian beliau shallallahu alaihi wasallam.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda!