Oleh: Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani
Penerjemah: Haikal Alghomam bin
Suhardi
Inilah
kelebihan besar yang dimiliki seorang yang berbudi mulia, karena setan menjauh darinya,
berarti ia terhindar dari perbuatan buruk. Dan dekatnya mereka dengan malaikat,
berarti ia dekat dengan perbuatan baik. Di dalam hadits telah disebutkan
tentang hal ini, diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa seseorang menghina Abu Bakar radhiyallahu anhu, sedangkan Nabi shallallahu alaihi wasallam sedang duduk
di dekatnya, Nabi pun terkejut dan tersenyum. Ketika orang ini semakin
menjadi-jadi, Abu Bakar membantahnya. Nabi pun langsung marah dan berdiri. Maka
Abu Bakar langsung menyusul beliau sambil berujar, “Wahai Rasulullah! Ketika
orang ini menghinaku engkau tetap duduk. Mengapa ketika aku membantahnya,
engkau malah marah kemudian pergi?” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya ada malaikat yang membelamu. Ketika engkau malah membantah
orang ini, datanglah setan. Dan aku tidak mau duduk bersama dengan setan.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Wahai Abu
Bakar! Ada tiga kebenaran. Yang pertama: ketika seorang hamba dizhalimi tetapi
ia tidak membalasnya karena Allah, Allah akan menguatkan dan menolongnya. Yang
kedua: ketika seorang hamba membuka pintu untuk memberi dengan maksud rela berbagi,
Allah akan menambah hartanya menjadi banyak. Yang ketiga: ketika seorang hamba
membuka pintu untuk mengemis dengan maksud untuk mendapatkan harta banyak,
Allah akan mengurangi hartanya menjadi sedikit” (HR Ahmad [2/436] dan Abu
Daud [4896-4897] dan disahihkan oleh Al-Albani dalam As Silsilah As Shahihah [2231]).
Orang
yang pertama memahami sesuai dengan pemahaman nabi yang hebat ini adalah
Khadijah radhiyallahu anha, yaitu
ketika diutusnya Nabi setelah didatangi oleh malaikat Jibril pertama kali.
Ketika itu, Nabi masih khawatir dengan risalah yang dibawakan kepadanya
dan beliau belum meyakini bahwa yang mendatanginya adalah malaikat. Disebutkan
dalam kitab shahihain dalam riwayat
Aisyah bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasallam bercerita, “Wahai Khadijah! ada apa dengan diriku?” beliau
memberitahu Khadijah apa yang terjadi dan berkata, “Aku benar-benar khawatir
akan diriku”, “Bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakan
engkau. Demi Allah, engkaulah yang menyambung silaturrahim, selalu jujur dalam
berkata, selalu membantu orang yang lemah, selalu mencari orang yang hilang,
selalu menjamu tamu dan selalu menolong musibah yang benar”, hibur Khadijah.
Renungkanlah
bagaimana beliau radhiyallahu 'anha
menjadikan akhlak tersebut sebagai tameng bagi Nabi dari tipu daya dan
malapetaka setan. Dan beliau mendapatkan tanda-tanda bahwa apa yang dibawa oleh
Nabi adalah wahyu dari Allah bukan tipu daya setan. Hal tersebut karena Nabi
bukanlah seorang yang penipu dan pendosa.
Karena
sang manusia utusan adalah seorang yang terpercaya sebagaimana yang disebutkan
dalam hadits di atas, maka yang turun kepadanya adalah malaikat utusan yang
terpercaya pula, yang membawa wahyu Tuhan alam semesta yaitu Jibril alaihis salam.
Sebagaimana tertera dalam
firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Ia dibawa oleh ar-ruh al-amin (ruh yang
terpercaya-Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu termasuk orang-orang
yang memberi peringatan” (QS Asy Syuara’ 192-194).
Karena sang manusia
utusan adalah hamba yang mulia sebagaimana firman Allah ta’ala, “Sesungguhnya Al
Quran itu benar-benar wahyu(kepada) Rasul yang mulia. Dan ia bukanlah perkataan
seorang pujangga” (QS Al Haqqah 40-41). Maka, yang turun kepadanya adalah
malaikat utusan yang mulia pula, yang membawa wahyu Tuhan alam semesta yaitu
Jibril alaihis salam. Sebagaimana
tertera dalam firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar
firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai
kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘arsy” (QS
At Takwir 19-20).
Dan
selanjutnya, para salaf dapat mengenal kebohongan orang yang mengaku nabi hanya
karena orang tersebut telah terkenal dengan kebohongannya. Karena kebohongan
adalah pangkal kesalahan mental dan kesalahan lainnya, sebagaimana disebutkan
dalam kitab shahihain, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya kedustaan membawa pada kejahatan”. Juga karena setan adalah sang
maha pendusta, sebagaimana disebutkan dalam Shahih
Bukhari bahwa Rasulullah bersabda kepada Abu Hurairah setelah ia didatangi
setan yang mencuri, “Dia berkata jujur padamu, padahal sebetulnya ia adalah
pendusta”. Maka sudah pasti komandan para pendusta dan pendosa, yaitu setan,
selalu terhubung dengan para manusia pendusta dan pendosa. Seperti kisah
Mukhtar bin Abi Ubaid si pendusta, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir Ibnu Katsir dengan sanadnya dari
Abu Zumail, “Aku sedang duduk bersama Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, lalu datanglah Mukhtar bin Abi Ubaid,
kemudian seorang lelaki datang sambil berujar, “Hai Ibnu Abbas! Abu Ishaq
(Mukhtar) ini mengaku bahwa ia mendapatkan wahyu malam tadi". “Betul”,
jawab Ibnu Abbas. Aku pun bangkit dan berujar, “Bagaimana mungkin Ibnu Abbas
mengatakan dia benar?” Ibnu Abbas menjawab, “Wahyu itu ada 2 macam: wahyu Allah
dan wahyu setan. Wahyu Allah diturunkan kepada Muhammad, sedangkan wahyu setan
diturunkan kepada pengikut-pengikutnya” Kemudian beliau membaca ayat, “Sesungguhnya setan itu berwahyu
(membisikkan) kepada pengikut-pengikutnya” (QS Al An’am 121).
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda!