Oleh: Ibnul Qayyim al
Jauziyyah
Penerjemah
: Umar Farouq Suhaimi
Sesungguhnya hati akan hidup bersemi
dengan amal sholeh, kemauan dan ambisi. Jika sifat-sifat yang demikian ada pada
seseorang maka patut diakui bahwa orang itu memliki hati yang hidup bersemi. Demikian
pula hati akan hidup dengan dzikir yang tak putus dan menjauhi dosa.
Ibnul
Qayyim berkata : saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
barangsiapa yg tekun mengucapkan ya hayyu ya qayyum sebanyak 40 kali
setiap harinya, diantara waktu solat sunnah subuh sampai didirikannya sholat
subuh, maka Allah SWT akan menjadikan hatinya selalu hidup.
Dzikir,
beserah diri, dan meninggalkan maksiat adalah sumber kehidupan hati yang Allah jadikan khusus untuknya, sebagaimana Allah
menjadikan makan dan minuman sebagai sumber kehidupan jasad dan raga. Sifat
lalai yang bertengker pada hati, sifat ketergantungan pada perkara-perkala
tercela dan syahwat yang terus menerus dilampiaskan akan menjadikan hati lemah,
kemudian kelemahan itu akan menguasainya hingga ia menjadi mati. Salah satu
tanda matinya hati ialah ketika ia tidak dapat membedakan antara yang ma'ruf
dan munkar, tidak melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Abdullah bin Mas'ud
berkata : tahukah kalian orang yang hatinya mati? Yang disifati oleh seorang
penyair dalam bait sya'irnya :
لَيْسَ مَنْ مَاتَ فَاسْتَرَاحَ بِمَيْتٍ إِنَّمَا المَيْتُ مَيِّتُ
الْأَحْيَاءِ
Orang
yang telah mati lalu beristirahat tenang tidak pantas disebut mati,kematian
sejati adalah kematian orang yang masih hidup.
Mereka pun bertanya : siapakah dia
wahai Ibnu Mas'ud? Maka Ibnu Mas'us menjawab : mereka adalah orang-orang yang
tidak bisa membedakan antara yang ma'ruf
dan yang mungkar, tidak melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar.
Seseorang
akan dikatakan mu'min sejati takkala ia lebih takut terhadap kematian hatinya
daripada kematian jasad dan raganya. Pada umumnya kebanyakan dari manusia hanya
takut kepada kematian jasad, tidak memperdulikan kematian hati. Mereka hanya
hidup secara tabi'at manusia, hanya untuk makan, minum dan harta. Itulah
tanda-tanda matinya hati dan jiwa. Kehidupan yang demikian dapat
diumpamakan dengan naungan awan yang
pasti akan pergi, tumbuhan yang pasti akan kering,mimpi yang seakan nyata
padahal hanya khayalan. Umar bin Khattab berkata : Seandaikan seluruh kehidupan
dunia ini -dari bermula hingga
berakhir - diberikan kepada seseorang, kemudian kematian menghampirinya, maka
ia tak lain halnya dengan orang yang tertidur, lalu ia bermimpi dengan mimpi
indah yang membuatnya amat terlampau senang, tetapi ketika ia terbangun, ia
hanya mendapatkan tangan yang hampa.
Dan
diriwayatkan bahwa kematian itu ada dua jenis : kematian irody dan kematian
alami (yaitu yang akan dirasakan semua orang). Barang siapa yang mati dalam
kematian irodi maka sesungguhnya itu adalah awal kehidupan baginya. Maksud dari
kematian irody adalah mengendalikan hawa nafsu yang membinasakan, memadamkan
apinya yang membakar, menenangkan gejolaknya yang menghancurkan. Ketika itulah
hati bisa berkonsentrasi untuk merenungi hal-hal positif yang bisa membuatnya
berada dalam kesempurnaan, mencaritahu hal-hal tersebut, dan menyibukkan diri
dengannya. Dengan demikianlah hati akan menyadari bahwa lebih memilih kehidupan
dunia yang fana ketimbang kehidupan akhirat yang abadi adalah sebuah kerugian
yang paling merugikan.
Tetapi
jika ia tidak bisa mengendalikan syahwatnya, lebih memilih kenikmatan dunia, dikalahkan
oleh hartanya dan dikendalikan oleh tabi'atnya, maka ia akan menjadi bak
seorang tawanan yang hina,atau pecundang yang diusir dari tempat tinggalnya,
atau seperti orang yang mati terbunuh, penuh dengan luka yang amat menyiksanya.
Kondisi terbaik bagi hati adalah selalu
mengobarkan bendera perang terhadap syahwat, walaupun terkadang ia yang
menang maupun syahwatnya yang menang.Karena seseorang hamba jika telah
mati,maka yang akan menjadi ruhnya di kehidupan kelak adalah ilmu-ilmunya yang
bermanfaat, amal-amal sholehnya dan keutamaan-keutamaan yang ia dapatkan
takkala ia berhasil menaklukkan nafsunya.
Ini
adalah perkara yang dimana kebanyakan orang tidak memahaminya dan tidak mau
melaksanakan konsekuensinya, keculai mereka-mereka yang cerdas yang mau
menggunakan akalnya dan orang-orang yang mempunyai ambisi tinggi dan jiwa yang
suci nan agung.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda!