Segala macam info dan berita tentang studi di kota Madinah dan Ikatan Keluaga Pondok Modern Gontor Cab. Madinah

Kamis, 19 September 2013

Seputar Sanad

Dalam istilah ilmu hadis, Sanad dapat diartikan sebagai pemberitahuan silsilah datangnya Matan.  Sedangkan Matan sendiri adalah perkataan yang dimaksudkan oleh Sanad tadi. Para ahli hadis juga menyebutkan Sanad dengan kata Isnad yang berarti menisbatkan sebuah perkataan/hadis kepada pembicaranya (Ibn Jama’ah, wafat tahun 733 H).

Imam Muslim menukilkan perkataan Muhammad Ibn Sirin (wafat tahun 110 H) dalam Mukaddimah Kitabnya Shahih Muslim, “Isnad itu adalah bagian dari agama. Kalau seandainya tidak ada Isnad, maka siapapun bisa berkata apa saja yang ia kehendaki.”

Masih dalam Mukaddimahnya, Imam Muslim menyebutkan perkataan Ibn Sirin lagi, “Ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa engkau mengambilkan agama kalian.”

Ibn Hibban juga pernah menyebutkan perkataan Sufyan Tsauri dalam Mukaddimah kitabnya ‘Al-Majruhin’, “Isnad adalah senjata seorang mukmin, kalau ia tidak mempunyai isnad, bagaimana ia bisa berperang?”

Khatib Baghdadi juga pernah menulis perkataan Abu Bakar Muhammad bin Ahmad (wafat tahun 331 H) -lengkap dengan sanadnya- bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan keistimewaan umat ini dengan 3 hal yang tidak diberikan kepada umat selainnya.  3 hal itu adalah Isnad, Nasab, dan I’rab (lihat Syarafu Ashhabi-l-Hadis, hal 40). Hal senada juga pernah diungkapkan Suyuthi dalam kitabnya ‘Tadribu-r-Rawy’ dengan menukilkan perkataan Abu ‘Ali al-Ghassany (wafat tahun 498 H).


Kapan Sanad dipakai dan mulai ditanyakan?

Di sela-sela ulasan mengenai biografi Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dalam kitab ‘Tadzkiratu-l-Huffadz’, Ad-Dzahaby (wafat tahun 747 H) menceritakan kisah yang diriwayatkan dari Qabisah bahwa seorang nenek pernah mendatangi Abu Bakar untuk menuntut warisan dari cucunya. Abu Bakar lantas berkata, “aku belum menemukan dalilnya dalam al-Quran maupun dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal ini.”

Kemudian ia bertanya kepada para sahabat yang lain. Maka, Mughirah pun berdiri menjawab, “aku saksikan Rasulullah memberinya seperenam dari harta warisan.”

“Adakah orang yang bersamamu waktu itu?” kata Abu Bakar.

Kemudian Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu bersaksi seperti Mughirah. Abu Bakar pun lantas memberi nenek tadi seperenam harta warisan cucunya.  

Imam Bukhari juga meriwayatkan sebuah hadis dalam kitabnya Shahih Bukhari, Kitabu-l-Isti’dzan, Bab Memberi Salam dan Meminta Izin Tiga Kali dari sahabat Abu Sa’id al-Khudzriy radhiyallallahu ‘anhu. Ketika ia berada dalam bersama majlis perkumpulan orang-orang Anshar, datanglah Abu Musa seperti orang yang ketakutan seraya berkata, “aku telah meminta izin untuk memasuki kediaman Umar sebanyak tiga kali namun tidak ada jawaban. Akupun pulang. Namun, Umar berkata, ‘siapa yang melarangmu untuk masuk?’

Aku telah meminta izin untuk masuk dan tidak ada yang mengizinkanku, akupun pulang. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, ‘jika engkau telah meminta izin untuk masuk sebanyak tiga kali namun belum juga diizinkan, maka pulanglah!’

Umar berkata lagi, ‘demi Allah, engkau harus membuktikannya!’ Apakah ada diantara kalian yang telah mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?” kata Abu Musa.

Ubay bin Ka’b menyahut, “demi Allah! Tidak ada yang bersamamu waktu itu kecuali anak-anak kecil termasuk aku.”

Maka Ubay bersama Abu Musa datang ke Umar untuk memberitahukan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda demikian.

Dua cerita di atas menandakan bahwa kehati-hatian dalam meriwayatkan hadis sudah dimulai pada awal masa sahabat. Kemudian Isnad mulai banyak dipertanyakan dan dicek kebenarannya setelah munculnya fitnah Abdullah bin Saba’. Seorang yang Yahudi yang menyebarkan fitnah pada akhir masa pemerintahan Utsman bin ‘Affan radliyallahu ‘anhu.

Penggunaan Isnad terus berkembang dan bertambah seiring dengan menyebarnya orang-orang yang mendahulukan hawa nafsunya diantara kaum muslimin. Sejak banyaknya fitnah yang berpotensi adanya kebohongan, kaum muslimin menjadi tidak gampang menerima suatu hadis tanpa adanya Isnad sehingga mereka bisa mengetahui siapa saja yang meriwayatkan hadis tersebut dan bagaimana sifat-sifatnya.

Isnad yang terus berkembang pemakaiannya berdampak pada munculnya Ilmu Rijal. Yaitu ilmu yang menjelaskan sifat-sifat perawi dan pembagian tingkatannya. Ilmu ini semakin digemari ditandai dengan munculkan kitab-kitab yang membahas ilmu ini pada abad kedua hijriah. Sebut saja ‘At-Tarikh’ karya Laits bin Sa’d (wafat tahun 175 H), atau kitab ‘At-Tarikh’ karya Abdullah bin Mubarak (wafat tahun 181 H).

Disarikan dari kitab ‘Ilmu-r-Rijal karya Prof. Dr. Muhammad bin Mathr az-Zahrany. 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda!


Official Website Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Madinah, Saudi Arabia. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Semangat baru IKPM Madinah di Awal Semester 1446 H

Madinah – Alhamdulilllah pada hari Ahad malam, 3 Rabiul Tsani 1446 / 6 Oktober 2024, keluarga besar IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern) Gon...

Blog Archive