Segala macam info dan berita tentang studi di kota Madinah dan Ikatan Keluaga Pondok Modern Gontor Cab. Madinah

Sabtu, 11 Juli 2015

PUASA RAMADHAN BAGI WANITA HAMIL DAN MENYUSUI (Bag. 3 dari 3)


 *Oleh:       
al-Faqir Ilaa Afwi Rabbihi Haidir Rahman


Untuk membaca bagian kedua dari artikel ini di sini PUASA RAMADHAN BAGI WANITA HAMIL DAN MENYUSUI (Bag. 2 dari 3)


 
D.    Tarjih al-Aqwal
Dari sekian pendapat para ulama di atas rahimahumullah, penulis cenderung memandang pendapat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang lebih rajih dibandingkan pendapat yang lain, yaitu pendapat yang menyatakan fidyah saja. Alasan penulis memandang pendapat ini lebih rajih adalah:
1.      Pendapat ini adalah pendapat turjuman al-Qur’an  Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mendapat rekomendasi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Karena satu satunya dalil yang menyebutkan kewajiban bagi yang meninggalkan puasa adalah ayat al-Qur’an yaitu al-Baqarah 184 dan 185, maka pemahaman ayat ini seharusnya merujuk kepada pemahaman para sahabat. Karena mereka lah yang menyaksikan peristiwa turunnya ayat ini. Dalam hal ini Abdullah bin Abbas adalah yang diunggulkan di antara para sahabat dalam hal penafsiran ayat.
2.      Pendapat ini didukung oleh sahabat lain yaitu Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Pendapat ini kuat dengan keberadaan dua orang sahabat yang memfatwakannya. Sementara pendapat yang lain, penulis belum menemukan riwayat bersanad yang menyebutkan siapa sahabatnya? Maksimal salaf mereka hanya sampai kepada generasi tabi’in.  Satu-satunya literatur yang penulis temukan menyebutkan sahabat yang berpendapat qodho’ saja adalah al-Mabsuth karya al-Sarkhosi, namun al-Sarkhosi tidak menyebutkan sanadnya. Beliau hanya mengatakan: “mazhabuna marwiyyun ‘an Ali[1], mazhab kami diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib. Pernyataan al-Sarkhosi ini perlu ditinjau karena penisbatan suatu pendapat memerlukan sanad. Sedangkan beliau tidak menyebutkan sanad perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. 
3.      Pendapat yang menggabungkan antara fidyah dan qodho’ tidak diketahui seorangpun di antara para sahabat yang mengatakannya. Terlepas dari perbedaan penetapan illah baik sebagaimana yang diungkapkan Imam Malik maupun Imam Syafi’i, dalam hal ini penulis memandang bahwa kembali kepada pendapat yang paling salaf yaitu para sahabat lebih utama dan lebih selamat. 
4.      Informasi mengenai nuzul al-ayat, dan nasikh wa mansukh tidak boleh diabaikan dalam penentuang illah  hukum untuk melakukan qiyas. Dalam hal ini Abdullah bin Abbas telah mengabarkan terjadinya nasekh pada ayat, kemudian bagi siapa saja hukum dalam ayat ini berlaku setelah nasekh.   
Meskipun demikian, masalah ini adalah masalah khilafiyah ijtihadiyyah yang tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk melontarkan tuduhan fasik dan bid’ah kepada saudaranya yang tidak sependapat. Tarjih pendapat yang penulis pilih ini tidak lain adalah hasil pengamatan seorang hamba Allah yang lemah. Penulis hanya berpandangan pendapat yang paling salaf lah yang lebih selamat. Dalam hal ini yang paling salaf adalah Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum karena mereka berdua merupakan sahabat Nabi yang menyaksikan turunnya ayat dan menimba ilmu langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Dalam menyikapi khilaf, hendaknya seorang muslim menimbang dan memilih pendapat yang menurutnya lebih selamat dan tidak memperlebar perbedaan dengan melontarkan kata-kata yang menyakitkan hati saudara sesama muslim. Wa Bi Allah al-Taufiq.

Daftar Pustaka

Ashbahi (al), Malik bin Anas. Al-Mudawwanah al-Kubra riwayat Suhnun al-Tanukhi dari Abdurrahman bin Qasim. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H / 1994 M.
Asqolani (al), Ahmad b. Ali b. Hajar. Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, tahqiq: Abu Qutaibah Nazhor Muhammad al-Fariyabi. Riyadh: Dar al-Thoyyibah, 1426 H / 2005 M.
___________. Taghliq al-Ta’liq’ala Shahih al-Bukhari, tahqiq: Sa’id Abdurrahman Musa al-Qazaqi. Beirut: al-Maktab al-Islami, 1405 H / 1985 M. 
Baihaqi (al), Ahmad b. Husain. Al-Sunan al-Kubra, tahqiq: Muhammad Abdul Qadir Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1424 H / 2003 M.
Maqdisi (al), Ibn Qudamah. Al-Mughni, tahqiq: Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki dan Abdul Fatah Muhammad al-Hulwu. Riyadh: Dar Alam al-Kutub, 1417 H / 1997 M.
Nawawi (al), Yahya b. Syaraf. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, tahqiq: Muhammad Najib al-Muthi’i. Riyadh: Dar Alam al Kutub, 1427 H / 2006 M.
Sarkhosi (al), Syamsuddin. Al-Mabsuth. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1409 H / 1989 M.
Syafi’i (al), Muhammad b. Idris. Al-Umm, tahqiq: Rif’at Fauzi. Dar al-Wafa, 1422 H / 2001 M.
Syaibani (al), Ahmad b. Muhammad b. Hambal. Musnad, tahqiq: Syu’aib al-Arna’uth dan Adil Mursyid. Beirut: Mu’assasah Risalah, 1421 H / 2001 M.
Thabari (al), Muhammad bin Jarir. Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ay al-Qur’an. Oman: dar al-A’lam dan Beirut: Dar Ibn Hazm, 1423 H / 2002 M.
Tirmidzi (al), Muhammad bi Isa. Al-Jami’ al-Kabir (Sunan al-Tirmidzi), tahqiq: Basyar Awwad Ma’ruf. Beirut: Dar al-Gharab al-Islami, 1996.
*Penulis adalah alumni Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 2006, lulusan Fak. Hadits Universitas Islam Madinah 

[1] Al-Mabsuth, (3/99).
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda!


Official Website Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Madinah, Saudi Arabia. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Semangat baru IKPM Madinah di Awal Semester 1446 H

Madinah – Alhamdulilllah pada hari Ahad malam, 3 Rabiul Tsani 1446 / 6 Oktober 2024, keluarga besar IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern) Gon...