Sumbangsih M.
Mustafa Al-A’zami dalam Studi Al-Qur’an Kontemporer
Oleh: Aqdi Rofiq Asnawi, Lc., Dipl., M.A.
Di era modern muncul
beberapa ide dan teori yang menyangsikan Al-Qur’an sebagai wahyu
ilahi. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya metode yang
digunakan untuk meneliti Al-Qur’an merujuk pada metode studi Bibel.
Padahal banyak perbedaan antara keduanya sehingga metode penelitian
pun tidak bisa disamakan. Faktor yang lain berupa anggapan bahwa
semua nabi adalah tokoh legendaris yang dibuat-buat, sehingga
Al-Qur’an-pun karangan manusia.
Salah satu ulama dan
cendekiawan muslim yang peduli terhadap masalah ini adalah Muhammad
Mustafa Al-A’zami. Melalui karya-karyanya beliau mengokohkan fakta
bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Pada tulisan kali
ini akan dijelaskan biografi singkat beliau dan karya-karyanya dalam
bidang studi Al-Qur’an. Diteruskan dengan 3 hal pokok yang
terkandung di dalam karya-karya tersebut.
Biografi Syekh
Muhammad Mustafa Al-A’zami
Beliau lahir
pada tahun 1350 H/1930 M di Mau, sebuah daerah di India yang
merupakan bagian dari wilayah Azamgarh. Wilayah ini dalam bahasa Arab
dikenal dengan Al-A’zami. Dari wilayah ini pula lahir seorang ahli
hadis bernama Habiburrahman Al-A’zami yang wafat pada tahun 1412 H.
Sejak kecil Syekh
Al-A’zami dikenal pintar dan jujur sehingga dijuluki al-Amin, orang
yang dapat dipercaya. Saat di bangku sekolah dasar, beliau paling
menyukai pelajaran matematika, bahkan becita-cita menjadi pakar
matematika. Namun atas anjuran bapaknya ia mendalami ilmu-ilmu agama.
Mulai kecil beliau
berguru kepada beberapa ulama India. Di hadapan mereka beliau
menelaah berbagai kitab hadis, fikih, sirah, dan lainnya. Seiring
dengan itu beliau juga menimba ilmu di sekolah formal. Sampai
akhirnya menamatkan program S1 dari Universitas Islam Darul Ulum
Deoband, India, pada tahun 1952.
Kemudian meneruskan
studi magister di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan lulus pada tahun
1955. Setelah itu mengajar bahasa Arab di Qatar selama kurang lebih
10 tahun dan menjadi direktur Perpustakaan Umum Qatar semenjak tahun
1966 sampai 1968.
Selama menetap di
Qatar beliau bolak-balik Qatar-Inggris guna menempuh studi S3 di
University of Cambridge. Pada tahun 1966 beliau berhasil
menyelesaikan studinya itu. Disertasi yang beliau tulis berjudul
“Studies in Early Hadith Literature” di bawah bimbingan seorang
orientalis bernama Arthur John Arberry dan Robert Serjeant.
Pada tahun 1968
beliau memutuskan untuk menetap di Arab Saudi sebagai dosen hadis di
Fakultas Syariah di Mekah yang menjadi cikal bakal Universitas Ummul
Qurra’. Kemudian beliau dipindahtugaskan untuk mengajar di
Universitas King Saud di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, sampai pensiun
pada tahun 1991.
Selain itu beliau
juga ditunjuk sebagai dosen tamu atau visiting
professor di sejumlah universitas
terkenal di Barat. Sebut saja University of Michigan, St. Cross
College University of Oxford, Princeton University, University of
Colorado, dan University of Wales.
Beliau wafat pada
tanggal 20 Desember 2017 di rumahnya di Riyadh dan dimakamkan di
Nasim, Riyadh. Selama hidupnya beliau telah mengarang 8 buah buku dan
mentahqiq 6 buah kitab. Mayoritas karangannya dalam bidang hadis.
Lima di antaranya berbahasa Inggris.
Atas jasa-jasanya di
bidang studi Islam, Syeikh Al-A’zami mendapatkan penghargaan
internasional Raja Faisal dari kerajaan Arab Saudi pada tahun 1980.
Dua tahun kemudian beliau juga memperoleh mendali Istihqaq,
semacam perhargaan dari pemerintah Arab Saudi kepada warganya.
Karya-Karya Syekh
Al-A’zami dalam Studi Al-Qur’an
Syekh Al-A’zami
mengarang dua buku yang khusus mengenai Al-Qur’an. Pertama bejudul
“The History of Qur’anic Text”
(Sejarah Teks Al-Qur’an), dan kedua berjudul “Ageless
Qur’an Timeless Text” (Teks
Al-Qur’an yang Abadi Sepanjang Masa).
Bukunya yang pertama
mengenai Al-Qur’an terbit pada tahun 2003. Karangan yang ditulis
dengan menggunakan bahasa Inggris ini sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Turki. Buku ini terdiri dari 3 bagian:
Sejarah Teks Al-Qur’an, Sejarah Teks-Teks Bibel, dan Menilai
Orientalis.
Melalui buku ini
sepertinya Syekh Al-A’zami hendak menjelaskan bahwa apa yang
terekam dalam sejarah mengenai turunnya Al-Qur’an, penulisannya,
dan lain sebagainya lebih baik daripada sejarah Bibel dalam hal-hal
tersebut. Sedangkan studi-studi orientalis mengenai Al-Qur’an harus
dikritisi dari segi metode dan tujuan.
Bukunya yang kedua
mengenai studi manuskrip Al-Qur’an. Kata pengantarnya ditulis dalam
bahasa Arab dan Inggris. Dalam bahasa Arab buku ini berjudul
“An-Nashsh Al-Qur’any Al-Khalid
‘Abral ‘Ushur” (Teks Al-Qur’an
yang Abadi Sepanjang Masa).
Buku yang terbit
pada tahun 2017 ini menjadi buku terakhir yang beliau susun selama
hidupnya. Di dalam pengantar yang dwibahasa tersebut, beliau
menjelaskan sejarah teks Al-Qur’an, perkembangan bahasa, hasil
penelitiannya, dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat
lembaran-lembaran manuskrip Al-Qur’an yang disusun sedemikian rupa
untuk penelitian.
Dalam tugas akhir S2
saya di Universitas Hamad bin Khalifa, Qatar, dijelaskan lebih lanjut
metode yang beliau gunakan dalam meneliti manuskrip Al-Qur’an.
Sebagai pembanding saya ulas pula studi kontemporer lainnya mengenai
manuskrip Al-Qur’an yang dilakukan oleh
Dr. Tayyar Altıkulaç, Dr. Ghanim Qaduri Al-Hamad, Syekh
Muhammad Yusuf Rasyid Al-Azhari, François Déroche, Yasin Dutton,
dan proyek Corpus Coranicum. Dari
perbandingan tersebut saya menyimpulkan bahwa metode yang Syekh
Al-A’zami gunakan sangatlah unik dan pertama kali digunakan dalam
studi manuskrip Al-Qur’an.
Tiga Hal Utama
dalam Kedua Karya Syekh Al-A’zami mengenai Al-Qur’an
Sebenarnya banyak
hal yang dibahas oleh Syekh Al-A’zami dalam kedua karyanya
tersebut. Namun semuanya bisa dikerucutkan pada tiga hal penting:
hakikat Al-Qur’an, studi manuskrip Al-Qur’an, dan metodologi
studi Al-Qur’an.
Ketiganya menjadi
inti pembahasan Syekh Al-A’zami mengenai Al-Qur’an. Karena pada
dasarnya beliau tidak hanya menjelaskan sejarah teks Al-Qur’an dan
teks Bibel, namun melaluinya beliau menekankan hakikat Al-Qur’an
yang sebenarnya yang berbeda dengan Bibel pada zaman sekarang.
Karya-karyanya bukan
dikhususkan untuk membantah ide-ide yang meragukan keaslian
Al-Qur’an, tetapi juga menyimpan kaidah-kaidah penting dalam studi
manuskrip Al-Qur’an dan metodologi studi Al-Qur’an pada umumnya.
- Hakikat Al-Qur’an
Sebagian besar
pembahasan di dalam karya-karyanya tersebut menjelaskan hakikat
Al-Qur’an dari berbagai sisi. Seperti turunnya Al-Qur’an,
penulisannya di zaman Nabi, pengumpulan teks Al-Qur’an setelah Nabi
wafat, urutan ayat dalam Al-Qur’an, dan lain sebagainya.
Bahkan bukunya yang
pertama sengaja ditulis untuk menjawab artikel Toby Lester yang
menurut Syekh Al-A’zami bertentangan dengan kenyataan. Di dalam
artikel tersebut Toby Lester menjelaskan Al-Qur’an dari sudut
pandang berbagai penelitian yang menolak riwayat-riwayat mengenai
Al-Qur’an. Entah riwayat tersebut berupa hadis Nabi atau atsar
sahabat dan tabi’in.
Oleh karena itu,
dalam karya-karyanya tersebut Syekh Al-A’zami menekankan pentingnya
riwayat dalam menjelaskan Al-Qur’an berdasarkan sumber-sumber
referensi Islam. Hal ini sangat penting dilakukan seiring dengan
adanya usaha untuk mengabaikan referesi Islam dalam studi Al-Qur’an
di kalangan akademisi Barat. Termasuk mengabaikan metodologi dan
hasil penelitian yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu Al-Qur’an (ulumul
Qur’an) dan tafsir.
Sebenarnya di dalam
kitab-kitab ulumul Qur’an
seperti Al-Itqan karya As-Suyuthi, Al-Burhan karya Az-Zarkasyi,
Al-Muharrar karya Dr. Musa’id Ath-Thayyar telah
dijelaskan hakikat Al-Qur’an secara terperinci berdasarkan berbagai
riwayat. Namun yang menjadi kelebihan karya-karya Syekh Al-A’zami
adalah bahasa penyampaiannya, yaitu bahasa Inggris. Sehingga para
akademisi Barat dan yang tidak bisa memahami bahasa Arab bisa
menjadikannya sebagai rujukan.
- Studi Manuskrip Al-Qur’an
Ketika beberapa
manuskrip Al-Qur’an abad pertama hijriah ditemukan, banyak
akademisi yang menduga akan terjadi perbaikan besar-besaran dalam
Al-Qur’an yang sekarang ini di tangan umat Islam. Karena ada
berbagai perbedaan antara beberapa manuskrip Al-Qur’an tersebut.
Apalagi jika dibandingkan dengan cetakan Al-Qur’an di zaman ini.
Hal ini ditentang
oleh Syekh Al-A’zami. Menurut beliau, perbedaan tersebut hanya
sebatas perbedaan cara tulis, bukan isi Al-Qur’an. Bahkan beliau
menegaskan tidak ada perbedaan yang besar antar manuskrip Al-Qur’an
mana pun. Kalau pun ada, manuskrip Al-Qur’an tersebut tidak akan
bisa menandingi teks Al-Qur’an yang telah mutawatir dan menjadi
konsensus (ijma’)
umat Islam.
Syekh Al-A’zami
sendiri membuktikan perkataannya tersebut. Beliau mengumpulkan 18
gambar manuskrip Al-Qur’an dari berbagai tempat: Inggris, Perancis,
Usbekistan, Turki, German, India, Tunis, dan lainnya. Namun hanya
sebatas manuskrip surat Al-Isra’. Beliau membanding seluruh
manuskrip tersebut per kalimat untuk mengetahui perbedaan tulisannya.
Hasilnya, beliau
hanya menemukan 196 kalimat yang berbeda tulisannya dari 1559 kalimat
di dalam surat Al-Isra’. Dengan kata lain hanya 12,6% dari jumlah
kalimat. Sedangkan persentasi kecocokan kalimat pada setiap manuskrip
dengan cetakan Al-Qur’an antara 92,5% sampai 98,2%.
Hal penelitian ini
membawanya pada kesimpulan bahwa berbagai manuskrip semenjak abad
pertama hijriah konsisten dengan suatu cara tulis, yaitu rasm
utsmani. Adapun beberapa perbedaan cara
tulis tersebut bisa jadi karena kelalaian atau kesalahan pribadi
orang yang menulis teks Al-Qur’an pada manuskrip.
- Metodologi Studi Al-Qur’an
Ada banyak metodologi yang
dipakai dalam meneliti Al-Qur’an. Kalangan revesionis, seperti John
Wansbrough, Patricia Crone, Michael Cook, dan Andrew Rippin, terkenal
dengan penolakannya terhadap sumber-sumber Islam dalam mengkaji
Al-Qur’an. Sebagian akademisi yang lain menerapkan metode kritik
Bible dalam mengkritik Al-Qur’an.
Syekh Al-A’zami
menganggap hal tersebut sebagai bahaya yang besar. Oleh karenanya,
beliau menerangkan metodologi yang seharusnya dipakai dalam studi
Islam pada umumnya, dan studi Al-Qur’an pada khususnya. Metodologi
ini telah dipakai para ulama selama berabad-abad.
Menurut beliau, metodologi
studi Al-Qur’an mirip dengan studi Hadits. Keduanya mengedepankan
ketersambungan ilmu pada setiap generasi. Misalnya orang yang ingin
belajar cara membaca Al-Qur’an secara benar. Hendaknya ia belajar
kepada seorang guru yang telah benar bacaannya. Guru tersebut juga
memperoleh ilmu tersebut dari gurunya. Begitu terus sampai pada zaman
Nabi.
Sama seperti
metodologi studi Hadis, dalam studi Al-Qur’an juga ditekankan
mengambil ilmu dari orang yang berakhlak baik dan beragama yang
lurus. Sehingga kepada siapa seseorang menuntut ilmu merupakan hal
yang sangat penting bagi Syekh Al-A’zami.
Maka menurut beliau,
belajar agama Islam, entah itu Al-Qur’an, Hadis, Fiqh dan lainnya,
hendaknya kepada orang Muslim yang mempercayai bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam
adalah utusan Allah, dan telah diturunkan kepadanya Al-Qur’an.
Karena pengetahuan suatu agama tentunya diperoleh dari orang yang
melaksanakan agama tersebut. Non-muslim yang ingin tahu mengenai
Islam hendaknya juga memulai dengan membaca sumber referensi Islam
bukan sumber referensi agama lain. Karena memang itu metodologi yang
dipakai pada setiap studi.
Dalam karyanya,
beliau menegaskan pentingnya mengetahui metode dan tujuan dari setiap
penelitian kontemporer mengenai Al-Qur’an. Bahkan beliau menolak
usaha non-muslim untuk mendekte umat Islam dalam memahami agama dan
menjalankan syariat. Walaupun usaha tersebut berdasarkan alasan bahwa
penelitian mereka lebih objektif. Karena sebenarnya penelitian mereka
juga tidak lepas dari bias, atau berat sebelah, alias tidak objektif.
Semoga sumbangsih
Syekh Al-A’zami dalam studi Al-Qur’an di atas diterima oleh Allah
sebagai amal ibadah yang mengalir terus pahalanya. Dan semoga kita
bisa mengikuti jejak beliau untuk berkontribusi terhadap kemajuan dan
kebaikan umat. Amiin. Allahu
a’lamu bishshowab. Semoga bermanfaat.
Education City, Doha,
Qatar.
20 Sya’ban 1440
H/25 April 2019 M
Mantap jiddan
BalasHapus